Transaksi jual beli tanah bukan perkara sederhana. Banyak masyarakat yang terjebak dalam persoalan hukum karena kurang memahami proses legalitasnya. Yeni Oktavia, SH., M.Kn., seorang ahli hukum pertanahan, menekankan pentingnya pemahaman dasar hukum agar masyarakat dapat melindungi dirinya sendiri dalam setiap transaksi properti.
“Tau hukum itu bukan buat mencurigai orang, tapi buat melindungi diri sendiri,” ujar Yeni saat dikonfirmasi RRI, Kamis (19/6/2025).
Menurutnya, dasar hukum perjanjian jual beli dapat ditemukan dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Kedua regulasi ini mengatur dengan jelas bahwa jual beli tanah tidak cukup hanya dengan kuitansi sebagai bukti pembayaran.
“Kuitansi itu bukan perjanjian jual beli. Ia hanya bukti pembayaran uang, bukan bukti sah peralihan hak atas tanah,” tegas Yeni.
Seringkali terjadi kasus penipuan tanah, terutama dalam bentuk kavling, di mana masyarakat hanya menerima kuitansi sebagai tanda jadi. Padahal, agar sah secara hukum, proses jual beli tanah harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan disertai Akta Jual Beli (AJB).
Yeni menjelaskan bahwa untuk membuat AJB, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Mulai dari pengecekan status tanah, penentuan harga, pembayaran pajak perolehan dan penghasilan, barulah pembuatan AJB dapat dilakukan.
“Kalau tanah masih disewa orang, belum bisa langsung AJB. Dalam situasi itu sebaiknya dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu, karena lebih aman daripada sekadar kuitansi,” tambahnya.
Hal penting lainnya adalah memastikan bahwa penjual dan pembeli adalah subjek hukum yang sah, alias cakap hukum. Penjual bisa perorangan maupun badan hukum seperti PT atau koperasi, namun tetap harus memiliki hak atas tanah tersebut secara sah. Jika tanah belum bersertifikat, pembeli perlu memastikan adanya bukti pembayaran pajak, meskipun itu bukan bukti kepemilikan.
“Pastikan objeknya benar-benar ada. Jangan ragu gunakan aplikasi seperti Sentuh Tanahku, dan tanya ke tetangga sekitar untuk validasi. Ini langkah awal yang bijak sebelum tanda tangan apapun,” ujar Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya tersebut.
Kesadaran hukum, menurutnya, adalah tameng utama masyarakat dalam menghindari kerugian di kemudian hari. Proses yang benar memang tidak instan, tapi jauh lebih aman daripada mengambil risiko besar hanya demi kepraktisan.
sumber: https://rri.co.id/malang/hukum/1594097/waspadai-jual-beli-tanah-hanya-dengan-bukti-kuitansi